Don’t Throw Me
Suatu hari, saya mendapatkan tugas dari guru seni saya di
sekolah. Tugas ini, merupakan tugas ujian praktek akhir semester saya di kelas
tiga SMP. Tugasnya adalah membuat sebuah karya seni dari barang bekas yang
biasanya habis dipakai langsung dibuang. Tugas praktek ini, bukan tugas individual
melainkan tugas kelompok. Ketika semua kelompok sudah terbagi, anggota kelompok
kami langsung berkumpul dan mendiskusikan tentang barang bekas apa yang akan
kami pakai, dan akan jadi karya seni seperti apa barang tersebut.
Ketika kami sedang berdiskusi, banyak sekali barang bekas yang
ingin dijadikan sebagai bahan untuk karya seni kami. Dan masing-masing diantara
kami, berbeda pendapat tentang barang yang akan dijadikan sebagai karya seni kami tersebut.
Perbedaan pendapat ini, sempat membuat konflik kecil dalam kelompok kami. Namun,
konflik itu bisa kami selesaikan saat itu juga. Karna saat itu, kami memilih
cara voting agar adil dalam memutuskan barang apa yang akan kami pakai
nantinya.
Setelah voting, kami setuju untuk menggunakan kaleng bekas
sebagai bahan untuk karya seni kami. keesokan harinya, kami pergi untuk mencari
beberapa kaleng bekas dan barang tambahan lainnya yang kami perlukan. Ketika semua
bahan terkumpul, kami langsung membagi tugas masing-masing. Dan masing-masing
diantara kami, bekerja keras dan berfikir keras agar karya seni yang kami buat
menjadi karya seni yang terbaik dari semua karya seni yang ada di sekolah kami.
tidak lupa kami menghadirkan canda tawa ketika mengerjakannya, agar kerjasama
di kelopmpok kami bisa terbangun.
Namun ternyata, karya seni yang kami buat juga dibuat oleh
beberapa kelompok. Secara tidak langsung, kabar ini langsung membuat kami patah
semangat. Pada saat itu, kami pasrah dan ikhlas kalau karya seni kami bukanlah
karya seni yang terbaik dan kami tidak mendapatkan nilai yang terbaik. Dan seketika
itu juga, salah satu dari anggota kami tidak ingin perjuangannya sia-sia dan
masih tetap ingin menjadi yang terbaik. Karna semangatnya yang begitu besar,
membuat semangat kelompok kami bangkit kembali, bahkan lebih bersemangat dari
yang sebelumnya.
Saat itu juga, kami langsung berkumpul dan mendiskusikan
kembali barang yang akan kami gunakan. Kami mendiskusikannya dengan hati-hati
agar, karya yang akan kami buat selanjutnya menjadi karya yang benar-benar
terbaik dari yang lainnya. Karna kegagalan yang pernah kami alami sebelumnya,
setiap pendapat yang disampaikan langsung disaring dan dibayangkan bagaimana
hasilnya nanti . hali ini karena, kami tidak ingin kembali gagal. Kami tahu,
gagal itu wajar. Namun waktu yang ditentukan untuk memasukkan nilai sudah
dekat, sehingga kami tidak punya waktu lagi untuk gagal.
Setelah beberapa lama kami berdiskusi, kami setuju dengan satu
ide. Kami berharap ide ini menjadi ide yang terbaik. Idenya adalah dengan
menggunakan kain dan kardus bekas sebagai bahannya. Namun, ketika kami sedang
mencari bahannya, ternyata kardus bekas susah dicari karna setiap toko sudah
menjual kardus bekasnya kepada pemulung. Dan akhirnya, kami membatalkan kardus
bekas sebagai bahan untuk membuat karya seni kami.
Setelah kelelahan mencari kardus bekas dari toko ke toko
lainnya, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar. Kami beristirahat di
sebuah toko sembako yang lumayan besar. Karna lelah dan haus masing-masing
diantara kami ada yang membeli air mineral, minuman bersoda, minuman dingin,
dan susu.Minuman yang kami beli langsung habis seketika, karna rasa haus yang
sebenarnya sudah lama kami rasakan. Dan ketika minuman itu habis kami merasakan
segar dan dapat berfikir jernih kembali.
Tiba-tiba salah satu dari anggota kami, termenung sambil
memegang botol susu miliknya seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat
serius. Hal itu membuat kami heran dan penasaran, dengan segera kami
memanggilnya dan menyadarkannya. Ketika dia sadar, dia tersenyum dan mengatakan
bahwa dia telah mendapatkan ide yang cemerlang. Mendengar hal itu, secara
spontan kami langsung menanyakan ide yang didapatkannya. Dengan penuh semangat,
dia mengatakan bahwa idenya adalah dengan menggunakan botol susu sebagai bahan
untuk membuat karya seni.
Awalnya kami tidak setuju namun, melihat semangatnya dan
mendengar penjelasannya yang sangat menarik, membuat kami setuju dengan idenya.
Dengan segera, kami mencari botol susu disetiap tong sampah dan parit yang kami
lalui. Setelah semua bahannya terkumpul, kami mendiskusikan kembali bentuk dan
hasil yang akan menjadi karya seni kami nanti. Dari diskusi tersebut kami
mendapatkan ide yang lebih bagus lagi, yaitu membuat “boneka penguin berlampu dari botol susu bekas”.
Dengan penuh semangat, kami langsung membagi tugas
masing-masing dan saling bekerja sama. tidak lupa kami menghadirkan canda tawa
disetiap pekerjaan kami. sampai akhirnya sebuah karya seni terbaik dapat kami
ciptakan. Dan kami sangat senang karna karya kami dihargai dengan nilai yang
memuaskan. Lebih lagi, karya kami dimasukkan ke dalam lemari dimana semua karya
terbaik siswa-siswi ada didalamnya. Kami sangat bangga dengan karya kami, dan
kami ingin terus membuat karya seni terbaik lainnya.
“Botol
susu bukan Cuma berharga ketika ia diisi dengan susu, but when it does not has anything, the bottle keep
valuable”.
Keep enjoy!